Jakarta - Pemerintah dan DPR terkesan lambat untuk BPJS, Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah hingga sekarang belum bersepakat untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BJPS)."Kami hanya dengar dari rumor saja, bahwa ini soal fiskal, dan sebagainya. Kami belum tahu apa alasan pemerintah yang sebenarnya," kata Wakil Ketua Pansus RUU BPJS, Surya Chandra Surapaty, usai acara dialog di DPD RI, Jakarta, Jumat, 29 April 2011. Namun, Surya menyatakan sebenarnya sembilan fraksi di DPR dalam pansus RUU BPJS sudah sepakat. Anggota komisi IX dari fraksi PDI Perjuangan ini pun meyakini bahwa pembahasan RUU BPJS sesungguhnya dapat selesai dengan cepat.
"Kami optimis, karena sembilan fraksi sudah solid dan kompak harus jadi. RUU BPJS ini adalah komitmen dari DPR," kata Surya.
Namun, Surya menjelaskan, hingga saat ini masih belum jelas respon dari Pemerintah. Delapan menteri yang diutus Presiden belum secara jelas menyatakan pandangannya kepada DPR.
"Mestinya komandonya Presiden dong, mau melaksanakan sistem jaminan sosial atau tidak. Karena tanpa badan penyelenggara, SJSN itu tidak akan bisa jalan," tambah Surya.
RUU BPJS ini menginduk pada UU SJSN yang sudah pernah disahkan. Surya menjelaskan, sistem jaminan sosial ini ingin agar seluruh masyarakat mendapat perlindungan negara dari resiko dengan adanya asuransi kesehatan, kematian, kecelakaan, dan pensiun.
"Jadi tujuan jaminan sosial ini adalah untuk melindungi seluruh rakyat dari menghadapi resiko sakit, kecelakaan kerja, hari tua, kematian, pensiun. Itu fungsi negara," ucap Surya.
Oleh karena itu, lanjut Surya, jangan dipahami bahwa SJSN ini diperuntukkan hanya bagi rakyat miskin saja. "Salah persepsi kalau SJSN ini seolah hanya untuk orang miskin. Bukan untuk orang miskin, tapi untuk seluruh rakyat," kata Surya.
Jaminan sosial ini gabungan dari sistem bantuan sosial dan asuransi sosial. Oleh karena itu seluruh rakyat wajib menjadi peserta jaminan sosial ini dengan membayar iuran.
"Bagi masyarakat yang tidak mampu karena masuk dalam kategori miskin, iurannya akan dibayarkan oleh pemerintah," kata Surya.
Negara maju menggunakan model national health services yang menanggung jaminan sosial dari pajak. Tentu Indonesia belum mampu menerapkan model jaminan sosial seperti itu.
Oleh karena itu, menurut Surya, Indonesia bisa menerapkan model social health insurance yang menanggung jaminan sosial dari iuran masyarakat yang dikumpulkan oleh sebuah badan negara berbentuk wali amanat.
"Model ini kita pilih karena pajak kita kan kurang. Bisa bangkrut negara kita kalau pajak yang menjamin seluruh rakyat," kata Surya.
Pajak rakyat, lanjut Surya, digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk menanggung biaya pengobatan masyarakat itu menggunakan dana jaminan sosial yang ditarik dari iuran masyarakat tadi.
Dengan konsep seperti ini, menurutnya seluruh masyarakat bisa menikmati fasilitas kesehatan dan pengobatan secara gratis. "Ini seperti gotong royong," kata Surya.
Mengapa masyarakat harus ditarik iuran jaminan sosial lagi sementara sudah diwajibkan membayar pajak kepada negara? Memangnya uang dari pajak tidak mampu menanggung jaminan sosial?
"Kalau untuk menjamin yang miskin saja bisa, tapi SJSN ini kan untuk menjamin seluruh rakyat," jawab Surya.
"Jadi ini di luar definisi kaya atau miskin. Orang kaya pun kalau sakit jantung, kanker, atau cuci darah pun bisa bangkrut karena memakan semua tabungannya," jelasnya.
"Kami optimis, karena sembilan fraksi sudah solid dan kompak harus jadi. RUU BPJS ini adalah komitmen dari DPR," kata Surya.
Namun, Surya menjelaskan, hingga saat ini masih belum jelas respon dari Pemerintah. Delapan menteri yang diutus Presiden belum secara jelas menyatakan pandangannya kepada DPR.
"Mestinya komandonya Presiden dong, mau melaksanakan sistem jaminan sosial atau tidak. Karena tanpa badan penyelenggara, SJSN itu tidak akan bisa jalan," tambah Surya.
RUU BPJS ini menginduk pada UU SJSN yang sudah pernah disahkan. Surya menjelaskan, sistem jaminan sosial ini ingin agar seluruh masyarakat mendapat perlindungan negara dari resiko dengan adanya asuransi kesehatan, kematian, kecelakaan, dan pensiun.
"Jadi tujuan jaminan sosial ini adalah untuk melindungi seluruh rakyat dari menghadapi resiko sakit, kecelakaan kerja, hari tua, kematian, pensiun. Itu fungsi negara," ucap Surya.
Oleh karena itu, lanjut Surya, jangan dipahami bahwa SJSN ini diperuntukkan hanya bagi rakyat miskin saja. "Salah persepsi kalau SJSN ini seolah hanya untuk orang miskin. Bukan untuk orang miskin, tapi untuk seluruh rakyat," kata Surya.
Jaminan sosial ini gabungan dari sistem bantuan sosial dan asuransi sosial. Oleh karena itu seluruh rakyat wajib menjadi peserta jaminan sosial ini dengan membayar iuran.
"Bagi masyarakat yang tidak mampu karena masuk dalam kategori miskin, iurannya akan dibayarkan oleh pemerintah," kata Surya.
Negara maju menggunakan model national health services yang menanggung jaminan sosial dari pajak. Tentu Indonesia belum mampu menerapkan model jaminan sosial seperti itu.
Oleh karena itu, menurut Surya, Indonesia bisa menerapkan model social health insurance yang menanggung jaminan sosial dari iuran masyarakat yang dikumpulkan oleh sebuah badan negara berbentuk wali amanat.
"Model ini kita pilih karena pajak kita kan kurang. Bisa bangkrut negara kita kalau pajak yang menjamin seluruh rakyat," kata Surya.
Pajak rakyat, lanjut Surya, digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk menanggung biaya pengobatan masyarakat itu menggunakan dana jaminan sosial yang ditarik dari iuran masyarakat tadi.
Dengan konsep seperti ini, menurutnya seluruh masyarakat bisa menikmati fasilitas kesehatan dan pengobatan secara gratis. "Ini seperti gotong royong," kata Surya.
Mengapa masyarakat harus ditarik iuran jaminan sosial lagi sementara sudah diwajibkan membayar pajak kepada negara? Memangnya uang dari pajak tidak mampu menanggung jaminan sosial?
"Kalau untuk menjamin yang miskin saja bisa, tapi SJSN ini kan untuk menjamin seluruh rakyat," jawab Surya.
"Jadi ini di luar definisi kaya atau miskin. Orang kaya pun kalau sakit jantung, kanker, atau cuci darah pun bisa bangkrut karena memakan semua tabungannya," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar